JANGAN PAKSAKAN KONSEP KITA KEPADA ANAK
Saya mempunyai teman,
seorang ibu dengan 3 orang putri. Suatu hari ia memanggil saya dan bercerita
tentang kehidupannya, secara khusus dalam menghadapi putri pertamanya. Ia
mengungkapkan kalau ia sudah kehabisan akal dalam menyikapi putrinya itu. Sebagai
teman, saya turut prihatin. Dan keprihatinan itu saya ungkapkan lewat surat ini. Ceritanya waktu itu memang tidak teratur, lompat sana sini. Tapi
saya coba berusaha untuk merunut sedemikian rupa sehingga agak teratur.
Sebelum saya menceritakan
permasalahannya, ada baiknya saya berikan gambaran singkat teman saya tersebut.
Dalam uraian saya ini, nama subyeknya sudah saya samarkan.
Gambaran
Sang Ibu
Dessy adalah seorang ibu
rumah tangga dengan 3 orang putri. Umurnya saat itu sekitar 35 tahun. Ia berasal
dari latar belakang keluarga yang harmonis dan disiplin. Sejak kecil ia
diajarkan untuk hidup teratur, tertib dan tahu tata krama. Sedikit berbeda
dengan suaminya. Meski berasal dari keluarga yang harmonis, tapi penanaman
nilai-nilai disiplin terlihat kurang. Bisa dikatakan kalau Dessy berasal dari
latar belakang keluarga konservatif, sementara suaminya berasal dari keluarga
demokrat.
Di mata Dessy, suaminya
amat sangat baik terhadap anak-anak. Hal ini diperlihatkan juga oleh keluarga
sang suami, saat mereka masih tinggal di rumah keluarga besar suami Dessy.
Waktu itu, mereka baru memiliki satu putri. Dessy tinggal bersama mertua sampai
putrinya berusia sekitar 2 tahun. Yang dimaksud dengan “sangat baik” adalah
suka membela anak bila anak jelas-jelas berbuat kesalahan, tidak pernah
menghukum dan memarahi anak. Sedangkan Dessy selalu bersikap tegas terhadap
anak, suka (atau sering) memarahi anak bahkan tak jarang juga ia menghukum
anaknya yang salah.
Dan bila menghukum,
terlihat kalau Dessy tidak tanggung-tanggung (hal ini sudah diketahui oleh
umum). Pernah sekali peristiwa, Dessy menyeret putrinya itu. Peristiwa itu
disaksikan oleh umum. Hukuman “berat” pertama yang diterima Lala adalah saat
dia berusia 3 tahun. Waktu itu, karena kesalahan Lala, dia akhirnya dikurung di
dalam kamar mandi, dari sore hingga malam. Lala menangis meraung-raung minta
maaf. Tapi tak digubris. Seorang tetangga datang “mengingatkan” Dessy, tetap
tak digubris. Sampai malam, sang suami akhirnya mengeluarkan Lala, yang sudah
terlihat lemas.
Dessy mempunyai harapan
yang sangat besar terhadap Lala. Dessy mau agar Lala dapat bertanggung jawab
terhadap hal-hal kecil (agar bisa memberi teladan pada kedua adiknya). Dessy
juga ingin supaya putrinya itu disiplin (seperti dirinya waktu kecil dulu),
tahu menghormati, menghargai dan menyayangi ortunya. Dessy memang tidak terlalu
mengharapkan agar Lala dapat berprestasi dalam bidang pendidikan. Bagi Dessy,
cukuplah Lala naik kelas tanpa ada nilai merah.
Gambaran
Putri Bermasalah
Dari hasil perkawinannya,
Dessy memiliki 3 orang putri. Yang pertama, Lala, usia 10 tahun. Yang kedua
berusia 3,5 tahun dan yang bungsu berumur 1 tahun. Dari ketiga putrinya, Lalalah
yang menjadi topik permasalahan.
Permasalahannya adalah
sebagai berikut: Lala sering (bahkan selalu) menunjukkan perilaku yang tidak
menyenangkan orang tua. Perilaku (simptom) itu adalah sebagai berikut:
a. Suka melawan
orang tua. Kalau Dessy omong 1 kata, Lala sudah 10 kata. Anehnya, perilaku ini
hanya dilakukan kepada orang tuanya; kepada orang baru sama sekali tidak. Dessy
mengatakan kalau kepada orang yang baru, Lala berlaku amat manis. Hal ini
memang terbukti saat saya berkunjung.
b. Sering bicara
atau bertindak tanpa pikir panjang atau perhitungan (impulsive?). Suka
berbicara berlebihan. Artinya, Lala tak bisa diam. Selalu saja ada topik yang
akan dibicarakan.
c. Tidak punya
rasa tanggung jawab, terlebih sebagai anak pertama. Selain itu ia juga sulit
mengikuti perintah yang telah diberikan orang tuanya. Lala mudah lupa atau sengaja
menjadi pelupa. Dan karena lupanya itu, ia selalu berbuat kesalahan yang sama
saja.
d. Tidak punya
perasaan bersalah. Tapi, anehnya pernah sekali ketika ia mendapat hukuman, Lala
menulis surat kepada orang tuanya. Inti surat itu adalah permintaan maaf dan pernyataan
cintanya pada kedua orang tuanya.
e. Sulit untuk
tetap duduk tenang. Kalau makan, ia suka pindah-pindah tempat duduk. Di mata
Dessy, hal ini mungkin karena “didikan” ibu mertua atau neneknya Lala, sewaktu
mereka tinggal bersama.
f. Prestasi
belajarnya menurun drastis. Hal ini mungkin karena Lala sulit untuk
berkonsentrasi. Ada sikap anggap remeh terhadap pelajaran.
Inilah gambaran perilaku Lala
yang membuat Dessy sedih, kecewa, bingung dan stress. Menurut Dessy, perilaku
ini sudah terlihat sejak Lala berusia 3,5 tahun. Hal ini hanya tampak pada diri Lala
saja. Kedua adiknya menunjukkan sikap yang menyenangkan kedua orang tuanya. Anehnya
lagi, prilaku Lala ini hanya terjadi di rumah. Di sekolah Lala dikenal sebagai
siswa yang baik, mudah bergaul dan menyenangkan. Tidak pernah sedikitpun ia
membuat ulah. Guru-guru pun punya pendapat demikian.
Berbagai cara sudah
ditempuh Dessy untuk “mendidik” putri pertamanya. Misalnya mulai dari
mengomeli, menghukum fisik sampai pada penerapan punishment and reward. Tapi, tetap saja Dessy menemukan
kesia-siaan. Dessy seakan berbenturan sendiri dengan tembok keras. Lala tidak
menunjukkan perubahan apapun.
Akan tetapi ada hal aneh
yang sering ditunjukkan oleh Lala kepada ibunya. Di satu sisi ia sering membuat
sakit hati ibunya, namun di sisi lain Lala sangat sayang pada ibunya itu. Ia
tak mau melihat ibunya sakit atau menderita (tapi ia tak melihat kalau
perbuatannya itu membuat ibunya menderita). Misalnya, pernah Dessy sakit. Lalalah
yang sibuk duluan. Dan perhatian dan kasih sayang yang diberikan Lala jauh
melebihi siapapun.
Pertanyaan Refleksi
Berdasarkan uraian singkat
di atas, kita dapat mengajukan beberapa pertanyaan.
1. apa yang sedang
dialami oleh Lala? Apakah Lala yang bermasalah atau malah justru Dessy yang
bermasalah.
2. apakah perilaku
Lala ini bisa terbawa sampai ia remaja dan dewasa kelak? Apa dampak buruknya di
kemudian hari?
3. bagaimana
mengatasi persoalan ini? Apa yang harus dibuat agar Lala dapat berubah menjadi
“anak manis”? Pola didik dan pola asuh yang bagaimana dapat diterapkan untuk
Lala ini?
Jawaban: Lala adalah Lala
Dalam ilmu psikologi, Lala
menderita Gangguan Perilaku. Gangguan perilaku ini apabila tidak segera
diatasi, maka di masa dewasa kelak akan tumbuh menjadi pribadi anti sosial. Orang-orang ini akan secara aktif menggangu
masyarakat dengan tindakan anti social, yang bisa terarah pada tindak kriminal.
Ada dua faktor penyebab, yaitu faktor biologis dan faktor psikologis.
Yang termasuk biologis adalah adanya kelainan dalam struktur otak; saat hamil,
ibu punya kebiasaan buruk seperti merokok atau mengkonsumsi minuman beralkohol;
saat lahir memiliki berat yang tidak normal. Ada dua hal berkaitan dengan
faktor psikologis, yaitu pola asuh dan modeling. Aspek kedua banyak kurang
diterima di kalangan psikolog. Karena itu, faktor pola asuhlah yang dominan. Lala berperilaku demikian karena pola asuh
di rumahnya adalah otoriterian. Sang ibu menerapkan aturan dan disiplin yang
sangat keras. Dan sang ibu bertindak sangat otoriter.
Mengapa sang ibu bertindak
demikian. Ada kesan kalau sang ibu terobsesi pada masa lalunya. Ia mau agar Lala
sama seperti dirinya: tertib, menurut, teratur. Bukankah dulu si ibu berasal
dari latar belakang keluarga yang tertib, disiplin dan teratur. Saat kecil,
Dessy sangat disiplin, tahu mengatur waktu, tertib dan “sopan” tidak ngeyel.
Nah, Dessy mau agar Lala jadi seperti dia. Inilah awal “bencana” tersebut.
Dessy tidak mau menerima Lala sebagaimana adanya Lala, tetapi mau menjadikan Lala menjadi
Dessy.
Lala merasa dirinya tidak
diterima. Sementara itu ada kemungkinan keotoriteran sang ibu sangat membebani
dirinya. Karena itu, Lala berontak. Hanya ada satu hal yang diinginkan Lala:
terimalah diriku apa adanya. Dan cuma itulah yang
harus dilakukan Dessy. Harus disadari kalau tiap manusia adalah unik. Lala
adalah Lala dan Dessy adalah Dessy. Lala bukanlah Dessy, demikian pula
sebaliknya, Dessy bukanlah Lala.
Hal ini terbukti dengan
kehidupan Lala di sekolah. Apa yang dialami Dessy di rumah, yang membuatnya
stress, sungguh bertolak belakang dengan kehidupan Lala di sekolah. Di sekolah
Lala justru sangat disenangi, baik oleh guru maupun teman-temannya. Perilaku
Lala sangat baik sehingga banyak orang suka padanya. Kenapa ini bisa terjadi?
Alasannya adalah karena mereka mau menerima Lala sebagai Lala. Atau Lala dapat menjadi dirinya sendiri.
Apa yang harus dibuat
Dessy? Pertama sekali adalah Dessy harus menerima Lala apa adanya. Jangan
berusaha menjadikan Lala seperti orang lain, yang bukan dirinya. Untuk sedikit
mengubah perilakunya, Dessy bisa menerapkan punishment
and reward secara tegas dan konsisten.
Lebih dari itu, Dessy harus juga berkomunikasi dengan sang suami. Segala kebijakan yang diambil harus juga diketahui oleh suami sehingga sebagai suami-isteri mereka dapat seiya-sekata dalam menerapkan kebijakan tersebut.
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar