Minggu, 20 Januari 2013

(Sharing Iman) Demi Yesus yang Tersalib


MEWARTAKAN KRISTUS YANG TERSALIB
Pengantar: Artikel berikut ini adalah terjemahan bebas dari kesaksian seorang Katolik eks-Islam dan eks-Protestan bernama Daniel Ali. Bersama dengan seorang Katolik lainnya bernama Robert Spencer, ia menulis sebuah buku berjudul Inside Islam: A Guide for Catholics yang diterbitkan di Amerika Serikat. Buku ini diberi kata pengantar oleh Pater Mitch Pacwa, SJ, seorang imam terkenal di Amerika Serikat. Selamat membaca kisah dan kesaksian hidup Daniel Ali!
Mewartakan Kristus Yang Tersalib
oleh Daniel Ali
Pada tahun 1959, saya lahir di dalam sebuah keluarga Islam, di Kurdistan, Irak Utara. Saya adalah anak kelima dari sebuah keluarga besar. Kebudayaan Arab dan Agama Islam adalah pengaruh-pengaruh yang dominan di dalam bangsa Kurdi. Saya memulai pelajaran resmi mengenai Arabia pada usia 12 tahun. Seiring waktu pada saat saya berusia 16 tahun, saya menulis puisi dalam Bahasa Arab, beberapa di antaranya diterbitkan di awal 1976.
Aktivitas politik saya dalam Oposisi Kurdi melawan Saddam Hussein mengisi sebagian besar kehidupan dewasa saya di Irak. Saddam Hussein, dalam salah satu dari banyak serangannya kepada Bangsa Kurdi, memindahkan dengan paksa populasi besar Kurdi dari kampung halaman mereka, menyingkirkan mereka ke bagian lain dari negeri [Irak], untuk mengambil alih dan mengamankan kontrolnya atas lapangan-lapangan minyak orang Kurdi. Hal ini mulai pada tahun 1975, usaha aktif saya untuk membebaskan bangsa Kurdi dan untuk menyatukan mereka secara politik. Karena hal ini, saya dipenjara dan disiksa beberapa kali di tangan Saddam Hussein. Penyiksaan ini saya pandang sebagai “keberuntungan” ketika tentara Saddam menginvasi Kurdistan dan menghilangkan banyak nyawa pejuang Kurdi.  Beberapa kali Allah menyelamatkan saya dari kematian; oleh keputusan hakim, oleh hujan bom kimia di atas kaum Kurdi, oleh hampir tenggelam dan oleh luka penyiksaan serius. Bagaimanapun juga, saya kala itu tidak mengakui bahwa itu semua adalah campur tangan Allah. Saya melanjutkan perjuangan pembebasan saya, seringkali menghabiskan beberapa waktu di pegunungan, menderita kedinginan dan kelaparan, ketakutan dan kaum saya diabaikan oleh negara-negara di dunia. Pada tahun 1988, saya melihat banyak teman-teman saya tercinta meninggal dalam horornya serangan kimia di atas kota Halabja. Saya mulai memahami kelemahan manusia dalam dosanya dan keputusasaan dalam hidup tanpa campur tangan dan perlindungan Allah.
Sejak tahap awal kehidupan saya, saya tertarik dengan cara hidup orang Kristen terutama karena kenangan pertama saya akan tetangga Kristen kami. Banyak dari mereka adalah contoh yang indah akan adanya kasih Kristus. Mengingat mereka membuat saya menyadari bahwa Allah memanggil saya kepada-Nya, bahkan sejak masa kecil saya. Suatu hari, seorang Kristen Armenia berkesempatan untuk memberikan saya sebuah buku mengenai martir-martir Gereja Perdana. Saya membacanya dan terinspirasi untuk hidup dan meninggal bagi kebebasan kaum saya, Kurdi. Saya punya keinginan besar untuk membaca selama masa mudaku, dan saya banyak membaca buku teologi, filsafat dan sejarah. Saya menjadi fasih berbahasa Inggris, membaca karya Voltaire, Hegel, Dickens, dan beberapa nama lainnya. Akhirnya saya melanjutkan mempelajari orang-orang besar dari iman Kristen dengan rajin, St Thomas Aquinas di antaranya. Dengan penyelidikan yang konsisten dan perbandingan teologi Islam dan Kristen, saya mengakui kebenaran agama Kristen pada awal 1982. Tapi hal ini masih merupakan sebuah pengakuan intelektual saja. Saya mengakui Yesus adalah Mesias, tetapi saya tidak mengenal Dia secara pribadi.

Setelah Perang Teluk Pertama, saya menikahi Sara, seorang Kristen Amerika. Saya memberitahu dia bahwa saya percaya Yesus adalah Mesias, tetapi mengingatkan dia supaya dia tidak mencoba untuk mengonversi (mempertobatkan) saya ke dalam agamanya. Saya melakukan hal ini meskipun kenyataan bahwa saya mengakui percaya bahwa Yesus adalah Allah. Muslim memahami istilah-istilah ini sungguh berbeda dari Kristen. Dia (Sara, red) tahu bahwa hal ini adalah sebuah kesepakatan besar, dan selama dua tahun berikutnya, kami menahan semua badai dari pernikahan antar-agama dan antar-budaya. Meskipun ada banyak perdebatan dan ketidaksepakatan pahit, saya perlahan-lahan melihat bahwa Sara terus-menerus mengampuni saya, mencintai saya dan menghendaki saya lebih dari dirinya sendiri. Tanpa sepengetahuan dirinya, ia menjadi kesaksian hidup nyata dari pribadi Kristus dalam perjuangan pernikahan kami. Akhirnya, saya mulai bangun di malam hari untuk diam-diam membaca Perjanjian Baru. Saya datang semakin dekat kepada Tuhan. Saya diam-diam bertemu dengan-Nya dalam firman-Nya yang kudus, Kitab Suci.
Kami tiba di Amerika Serikat, awal tahun 1993, dan melanjutkan sebuah bisnis kecil Sara yang beroperasi pada waktu itu. Saya telah mempelajari teologi Kristen dan Islam selama sebagian besar dari hidup saya. Hal ini membawa saya dalam sebuah perjalanan yang membimbing saya akhirnya kepada Yesus Kristus, yang saya akui sebagai Mesias secara intelektual. Tetapi, bahkan pada titik ini dalam hidup saya, saya tidak membuat komitmen final akan pembaptisan. Suatu hari, saya didekati oleh dokter gigi saya, Dokter Blevins, yang berdoa bersama saya, dan akhirnya membawa saya kepada iman akan Kristus, selama musim panas 1995. Saya dibaptis ke dalam Tubuh Kristus pada tanggal 17 September 1995. Semuanya berubah. Saya mulai secara langsung memberitahu teman-teman Muslim saya mengapa saya berpindah, dan saya membuat efforts besar untuk menginjili mereka. Saya mempelajari Kitab Suci sampai saya dapat mengutip bab dan ayat, dan mulai bersaksi kepada setiap orang yang dapat mendengarkan. Banyak yang mendengarkan dan pindah dengan penuh antusiasme akan Yesus dan Kitab Suci. Saya tahu bahwa saya sekarang telah melakukan apa yang dibutuhkan oleh seluruh bangsa saya, dan tentu untuk semua kaum Muslim dan dunia yang belum terjangkau. Saya memiliki Kitab Suci dan tidak ada yang dapat menahan saya dari membagikannya.
Selama tahun-tahun berikutnya, saya membaca selama berjam-jam setiap hari, bersaksi kepada ratusan pelanggan saat bekerja dan menemukan bahwa saya memiliki karunia untuk membawa orang-orang kepada iman akan Kristus atau untuk membawa mereka sekali lagi aktif dalam iman mereka. Dalam bisnis kecil saya, di lingkungan kami, di antara para pendatang dan sahabat-sahabat, saya tidak menemukan apapun yang layak untuk dibicarakan lagi selain Yesus Kristus. Sekarang hal ini sudah 8 tahun; selama masa itu, Tuhan telah menggunakan kesaksian saya untuk memenangkan banyak orang kepada Diri-Nya sendiri, beberapa dari mereka adalah Muslim, beberapa dari mereka adalah murtadin, dan beberapa dari mereka adalah atheis. “Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus." (Mrk 8:38).
Segera sesudah pembaptisan saya, Sara dan saya memulai sebuah studi Kitab Suci rumahan bagi siapapun, dari berbagai denominasi yang ingin datang. Kepada Studi Kitab Suci ini, datanglah seorang anak tetangga berusia 9 tahun, Joe Sobran, yang membaca pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban dari Katekismus Baltimore (salah satu Katekismus Gereja Katolik lokal tertua yang dikeluarkan Konferensi Para Uskup AS) miliknya. Sara dan saya terkejut akan pertanyaan-pertanyaan unik dan hal itu dijawab dengan jawaban sederhana dan mendalam di belakang setiap bab. Si Joe kecil tidak menyerah, dan bertanya mengapa kami tidak menjadi Katolik. Dia menanam benih setiap kali ia berbicara kepada kami mengenai iman.
Suatu malam, Sara dan saya menonton televisi dan terjadilah di EWTN tepat pada momen Konsekrasi di mana imam mengangkat Hosti. Kami terkagum-kagum oleh penghormatan yang sederhana dan indah ini bagi Yesus. Lalu imam mengangkat Piala dalam keindahan hiasannya. Vestmentum (jubah) imam memiliki sebuah keindahan yang menunjukkan bahwa hanya hal terbaik yang kita tawarkan yang layak untuk Allah. Sara dan saya mulai memahami keindahan dalam Gereja Katolik hadir di sana karena Gereja Katolik-lah Rumah Allah yang sejati.
Dalam tahun 1996, Sara dan saya diperkenalkan kepada teolog Katolik, Pater (Romo, red) William G. Most, yang mengajarkan kami teologi Katolik. Dia dengan murah hati memberikan setiap hari Minggu selama satu setengah tahun untuk membawa kedua fundamentalis ini bergabung dengan Gereja Katolik. Kami diterima dalam Gereja Katolik, tanggal 13 Juli 1998 pada sebuah Misa khusus.
Sebelum Pater Most meninggal, pada Januari 1999, dia dan saya berdiskusi mengenai pembentukan sebuah forum di mana Kristen dan Muslim dapat berdialog. Pater Most adalah dorongan besar dalam pendirian Forum Kristen-Islam, juga dalam setiap cara hidupnya selama bulan-bulan terakhirnya. Adalah suatu berkat kekal yang dimiliki saat berada di pangkuannya untuk belajar iman Katolik.
Setelah kematian Pater Most, saya membawa misi untuk menjangkau kaum Muslim dalam hidup saya. Awal tahun 2001, setelah pulang dari perziarahan ke Roma, bersama dengan beberapa teman, saya memulai berkarya dalam kerangka hukum untuk berdirinya Forum Kristen-Islam non-profit. Pada tanggal 13 Agustus 2001, Forum Kristen-Islam secara resmi berdiri.
Pertemuan Pengenalan paling pertama dari organisasi baru kami akan diselenggarakan pada Gereja Katolik Roh Kudus di Annandale, Virginia (AS), pada tanggal 11 September 2001. Pertemuan ini dibatalkan karena serangan teroris (Penyerangan terhadap WTC dan Pentagon) melawan negara kami. Kesimpulan yang Sara dan saya ambil dari peristiwa mengerikan ini adalah Allah sedang memberitahu semua orang inilah saatnya untuk memberi perhatian kepada Muslim. Baik mereka sedang secara agresif “menginjili” Barat melalui berbagai bentuk jihad mereka atau kita sedang menginjili mereka dengan Kabar Baik dari Yesus Kristus. Saya telah dipanggil untuk berbicara beberapa kali selama beberapa bulan terakhir sejak tragedi tersebut. Pembicaraan-pembicaraan ini membahas mengenai realita-realita Islam, strategi-strategi mereka mengonversi kita ke Islam, dan apa yang dapat  kita lakukan untuk didengar dan diterima oleh mereka dengan sukses. Umat Kristen Protestan tergantung pada Kitab Suci untuk menginjili Muslim. Strategi ini secara luas tidaklah berhasil karena Muslim menganggap Kitab Suci sudah dikorup dan dipalsukan oleh Kristen dan Yahudi. Kami sedang mengembangkan sebuah metode untuk mendekati Muslim dengan hanya menggunakan sumber-sumber mereka, Al-Quran, Tradisi-tradisi Muhammad, dll. Semua dari kita di Barat, harus belajar sekarang, dan mempelajari untuk terlibat dalam sebuah agama dan dalam sebuah kebudayaan yang sepenuhnya asing terhadap kebudayaan Yudeo-Kristen. Semoga Allah membimbing dan menguatkan kita unutk tugas ini melalui daya Roh Kudus dan rahmat dari Putera-Nya, Tuhan kita Yesus Kristus.
Menghasilkan satu orang yang pindah ke Katolik (one member gets one member) – tentunya ini bukanlah cara untuk membuat Gereja tumbuh. Kita perlu menyusun program-program paroki di mana umat-umat kita  dibantu untuk melaksanakan peran mereka masing-masing. Dalam hal ini, Imam harus mengambil inisiatif. Kita perlu secara khusus membantu umat kita mengatasi sifat ragu-ragu dan keengganan mereka dalam berbicara mengenai Katolisisme. Kelas-kelas apologetika akan menanamkan kepercayaan diri sehingga ketika seorang non-Katolik memunculkan sebuah keberatan terhadap Gereja, setiap orang Katolik memiliki pengetahuan-pengetahuan penting untuk mengatasi kesalahpahaman-kesalahpahaman yang ada.
Lebih jauh, ada informasi yang cukup untuk dipublikasikan kepada mereka yang tertarik dalam evangelisasi di level paroki, komunitas, atau keuskupan. Imam sebagai wakil hierarki dapat menyediakan pelatihan terutama dengan membentuk kelompok-kelompok kecil yang berbicara mengenai masalah, menetapkan tujuan dan sasaran, dan menetapkan tugas-tugas. Mereka tidak harus memiliki kemampuan spesial. Forum-forum kelompok harus diatur sedemikian rupa dilengkapi dengan pengajar-pengajar berkualitas yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan dari peserta forum. Program RCIA (Roman Catholic Initiation for Adult atau lebih dikenal di Indonesia sebagai Program Katekumen Dewasa) terutama harus berfokus pada pengajaran Gereja dan dasar-dasar dari keyakinan tersebut.
Meskipun program pelatihan awam terlihat sulit untuk disesuaikan dengan jadwal imam yang padat, imam akan merasa hal ini merupakan suatu pengorbanan yang sungguh layak. Imam akan menemukan partner yang ia butuhkan untuk melakukan karya dan pada saat yang sama menolong umat paroki untuk tumbuh. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa di mana umat Katolik terlibat dalam usaha membawa orang lain kepada Kristus, mereka sendiri ditarik lebih dekat kepada Kristus. Misa, doa, dan sakramen-sakramen – semua ini memiliki lebih banyak makna bagi mereka ketika mereka sadar menjadi rekan kerja Kristus.
Kaum awam memiliki peran spesial yang tidak dapat dilakukan oleh kaum tertahbis. Adalah tugas para orang tua, sebagai contoh, untuk mengajarkan anak-anak mereka mengenai Allah dan melatih mereka dalam moralitas Kristen; hal ini tidak dapat diserahkan kepada sekolah atau entitas lainnya. Adalah tugas awam Katolik untuk mewujudkan Kristus kepada keluarga mereka, teman-teman, tetangga, rekan kerja dan singkatnya, kepada setiap orang yang mereka kenal. Mereka (orang yang kita kenal tersebut) memiliki kewajiban dan hak untuk sebuah partisipasi yang bertanggung jawab dengan tujuan untuk berkembang sepenuhnya sebagai seorang Kristen. Pelajaran Agama saja tidak akan mewujudkannya. Hanya partisipasi bertanggung jawab membuat orang Katolik menjadi dewasa dalam iman dan spiritual dan kurangnya partisipasi yang bertanggung jawab ini membuat banyak umat Katolik sekarang ini belum dewasa secara iman dan spiritual. Hal ini menjelaskan ketidakmampuan dari begitu banyak umat Katolik untuk bertahan menghadapi pengaruh-pengaruh iblis di sekitar mereka. 
Panggilan khusus kaum tertahbis adalah karya pastoral; kaum awam sederhananya penolong imam dalam area ini. Panggilan khusus kaum awam dalam karya Gereja adalah karya apostolik; hal ini mereka miliki dari Allah karena mereka adalah awam, masing-masing seturut kemampuan mereka. Mereka juga adalah (k)ristus, diutus untuk mengenalkan Kristus di seluruh dunia. Mereka harus membawa Kristus ke mana pun mereka pergi dan siap untuk mengenalkan Kristus kepada semua yang mereka temui.
Kita seharusnya tidak mengharapkan seseorang untuk melakukan karya sebagai imam tanpa pembinaan-pembinaan penting. Demikian juga, kita tidak dapat mengharapkan seseorang untuk melakukan karya-karya seorang penginjil (evangelis) tanpa adanya pembinaan yang layak.

Pax et Bonum 

Dikutip dari Indonesian Papist
Baca juga sharing lainnya:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar