MENGELOLA PERAN
Setiap manusia
pasti memiliki peran dalam hidupnya. Peran yang melekat pada manusia tidak
memandang suku, status sosial, ras dan agama. Siapapun orang itu, sesederhana
apapun manusia itu, pastilah mempunyai peran. Peran yang dimiliki setiap orang biasanya
lebih dari satu. Tidak mungkin manusia hanya memiliki satu peran. Sebagai
contoh ibu saya. Selain berperan sebagai ibu, dia juga berperan sebagai istri,
sebagai anak dari kakek nenek saya, sebagai anggota masyarakat, sebagai anggota
Komunitas Basis Gerejawi, sebagai warga paroki, sebagai umat Allah, dan lain
sebagainya. Ini belum lagi dihitung jika ibu saya sebagai wanita karier.
Setiap
manusia tentulah mengharap yang terbaik pada setiap perannya. Menjadi istri
yang baik sekaligus ibu yang baik dan anggota masyarakat yang baik dan
sebagainya. Namun sayang, kita bukanlah manusia super. Sebagai manusia kita
memiliki banyak keterbatasan. Keterbatasan inilah yang menyebabkan terjadinya
kepincangan dalam menjalani peran kita.
Sering kita lihat ada orang sukses dalam satu peran
namun gagal pada peran yang lain. Misalnya, ia seorang guru yang baik, namun
rumah tangganya berantakan. Atau ada orang yang mahir dalam membuat konsep,
tapi lemah dalam pelaksanaannya.
Sekalipun kita memiliki keterbatasan, kita tidak bisa
begitu saja menghilangkan peran yang ada dalam diri kita dan membiarkan peran
yang baik saja yang ada dalam diri kita. Sebanyak apapun peran itu, ia sudah
melekat pada diri kita. Kepada kita diharapkan mampu mengelola peran-peran itu.
Bagaimana mengatur peran-peran kita?
Pandailah membuat skala prioritas
Membuat skala prioritas berarti menempatkan yang
paling utama dan yang terbaik di tingkat teratar dan terdahulu. Atau
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi. Misalnya, ketika kita berada di dalam
gereja, maka peran kita sebagai umat Allah harus yang utama. Kita tidak boleh ngobrol dengan teman, apalagi asyik
ber-sms-ria dengan kawan. Namun, saat kita berada di luar gereja, maka kita
berperan sebagai warga gereja yang baik. Pada saat inilah kita menjalin
komunikasi dengan sesama umat.
Berilah waktu pada orang yang dicintai
Setiap kita pasti mempunyai orang-orang yang dicintai.
Harap disadari bahwa sukses yang kita dapat tak bisa dilepaskan dari energi
cinta mereka. Oleh karena itu, sebelum menyesal berilah perhatian pada
orang-orang yang dicintai. Jangan kalahkan kepentingan mereka dengan
target-target kesuksesan yang kita buat.
Perlulah sesekali memanjakan diri
Tidak ada salahnya jika sesekali kita memanjakan diri
sendiri. Sesibuk apapun diri kita dengan peran-peran yang dijalankan, kita
harus memberi waktu luang bagi diri kita untuk refreshing. Memforsir diri secara berlebih akan membuat diri kita
stress bahkan depresi. Luangkan waktu untuk diri sendiri. Ada banyak cara yang
bisa dilakukan, misalnya mendengarkan musik, berolahraga, nonton film di
bioskop, membaca buku, menonton acara konser, dll.
Buatlah perencanaan dengan realistis
Tak ada satu manusiapun yang mengharapkan kegagalan.
Setiap kita pasti menginginkan sukses. Dan tak jarang kita mengingininya dengan segera, bahkan
instan. Akan tetapi kita perlu berusaha untuk tetap realistis. Realistis tadi
dikaitkan dengan keterbatasan yang kita miliki. Jika kita memiliki 10 prioritas
pencapaian pada satu hari, maka jika terpenuhi 3 teratas saja itu sudah cukup
baik. Untuk itu, perlu dibangun sikap penuh syukur.
Penghargaan pada diri sendiri
Apa yang sudah kita pilih dalam hidup, jalanilah dan
anggaplah itulah yang terbaik. Kita tak perlu menyesali sekalipun akhirnya kita
mengalami kegagalan. Semua manusia pasti pernah mengalami kegagalan. Bahkan
orang yang sukses pun berangkat dari sebuah kegagalan. Dengan kegagalan kita
bisa belajar banyak hal dan tahu cara melakukan segalanya dengan lebih baik.
Setelah membaca uraian di atas, maka kita perlu mengevaluasi
kita berperan selama ini. Apa peran yang menonjol dalam hidup kita dan apa yang
gagal? Apakah peran yang gagal itu kita telantarkan? Bagaimana perhatian kita
kepada orang-orang yang kita cintai? Apakah karena kesibukan peran kita
mengabaikan mereka?
Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Kepada kita selalu diberi kesembatan untuk memperbaiki peran yang gagal. Selalu
masih ada waktu untuk mengubah segalanya agar lebih baik. Tentu saja hanya
dengan satu alasan, agar tidak ada
penyesalan di kemudian hari.
by: adrian, dikembangkan dari email Anne Ahira
Baca
juga refleksi lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar