Rabu, 04 September 2013

Orang Kudus 4 September: St. Musa

SANTO MUSA, NABI
Musa dikenal dan dihormati sebagai pendiri bangsa Israel. Ia dipilih Yahweh, Allah Abraham, Ishak dan Yakob, untuk memimpin kaum keturunan Abraham keluar dari penindasan Firaun di Mesir, dan selanjutnya bersama mereka membawakan kurban persembahan kepada Allah di Gunung Sinai. Di sanalah Yahweh mengadakan perjanjian dengan mereka dengan perantaraan Musa, abdi-Nya.

Musa, seorang tokoh historis, peletak dasar bagi keberadaan Israel sebagai suatu bangsa merdeka, dan peletak dasar agama Yahudi. Sejarah awal Israel sebagai suatu bangsa di Palestina tidak bisa dipahami terlepas dari Musa. Sewaktu keluar dari Mesir atas campur tangan Allah, bangsa Hibrani menjadi sebuah kelompok orang yang merdeka, namun tidak terdidik dan tidak mempunyai suatu pengalaman pun untuk membentuk dirinya sendiri menjadi suatu kesatuan sosial-politik. Melalui perantaraan Musa, Allah mengikat perjanjian dengan mereka di Gunung Sinai. Oleh perjanjian Sinai itulah, bangsa Hibrani memperoleh suatu identitas nasional yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain. Mereka dipilih Allah dari antara bangsa-bangsa menjadi umat kesayangan-Nya dengan hukum atau undang-undang sendiri yang mengatur pola hidup dan tingkah laku mereka sebagai suatu bangsa.

Kisah tentang kehiduan dan karier Musa tetap tinggal kabur. Satu-satunya sumber informasi terpercaya hingga sekarang ialah Kitab Suci, khususnya Kitab Keluaran yang ada di dalam bilangan Kitab Pentateukh. Di sana Musa dilukiskan sebagai tokoh utama peristiwa keluarnya bangsa Israel dari Mesir dan pengembaraan mereka di padang gurun selama 40 tahun. Dia dibesarkan di dalam dua lingkungan budaya yang berbeda, yakni Mesir dan Midian. Namanya kemungkinan diturunkan dari sebuah kata kerja bahsa Mesir, yang berarti  ‘dilahirkan’. Tradisi Kitab Suci (Lih. Kel 2: 1 – Yos 24: 5) mengatakan bahwa ia dilahirkan di Mesir dari sebuah keluarga Hibrani, dan kemudian dibesarkan di lingkungan istana Firaun. Di dalam istana itu ia dididik dalam segala hikmat ornag Mesir dan ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya (bdk. Kis 7: 22). Namun pendidikan ala Mesir di istana Firaun itu nampaknya tidak merusak ikatan batin dengan orang sebangsanya. Sudah hampir dipastikan bahwa adatistiadat yang diwariskan dan Allah Abraham, Ishak dan Yakob itu diketahuinya di Mesir.

Kecuali itu, tradisi Kitab Suci pun mengatakan bahwa ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di daerah Midian, bagian Timur Mesir. Midian adalah tempat pengungsiannya setelah ia membunuh mandor Mesir yang menganiaya orang-orang sebangsanya. Di sana ia menemukan kembali tradisi nenek moyangnya yang tetap tidak berubah oleh pengaruh-pengaruh Mesir (bdk. Kel 4: 24 – 26). Alkitab menghubungkan peristiwa pengungsian itu dengan peristiwa perwahyuan Yahweh dan panggilan atas dirinya untuk mengmban tugas sebagai pembebas bangsa Israel dari kekejaman Firaun di Mesir (Kel 2: 14 – 14: 20). Dengan demikian jelaslah bahwa pengungsian itu merupakan penyelenggaraan ilahi dalam kerangka penyelamatan bangsa Israel.

Dalam hal penulisan Kitab Suci, Musa dipandang sebagai pengarang Kitab Pentateukh, kelima kitab pertama dari Perjanjian Lama. Ini tidak berarti bahwa ia sendirilah yang menuliskan setiap kata dari kitab itu. Walaupun kebanyakan bagian Kitab Pentateukh ditulis setelah kematiannya, namun dianggap sebagai tulisannya karena didasarkan pada tradisi lisan yang diwariskannya. Atas dasar itu dan juga karena ia adalah tokoh utama yang mendominasi fase awal sejarah Israel, maka seluruh Kitab Pentateukh dihubungkan dengan Musa sebagai pengarangnya.

Atas dasar yang sama, Musa dianggap sebagai pemberi Hukum Allah kepada bangsa Hibrani. Dialah yang menetapkan patokan dasar tingkah laku bangsa Hibrani sesuai dengan kehendak Yahweh. Generasi-generasi kemudian menyesuaikan hukum itu dengan tuntutan perkembangan zaman dan pandangan-pandangan hidup baru di bawah semangat Musa.

Musa tidak diizinkan Yahweh memasuki tanah Kanaan yang dijanjikan kepada keturunan Abraham karena ketegaran hati dan ketidakpercayaan bangsa Israel kepada Yahweh (Ul 1: 37 – 38). Tuhan hanya menunjuk kepadanya tanah terjanji itu dari atas Gunung Nebo. Akhirnya Musa meninggal di tanah Moab, di bagian Timur Kanaan. Orang-orang Israel meratapi dia selama 30 hari (Ul. 34: 5 – 8).

Dalam Perjanjian Baru, penggelaran terhadap Musa sering melebihi tokoh-tokoh Perjanjian Lama lainnya, mengingat kualitasnya sebagai pemberi Hukum Allah (Mat 8: 4; Mrk 7: 10). Kecuali itu ia dihubungkan dengan Yesus Kristus sebahai tokoh pra-lambang Mesias terjanji (Yoh 6: 32; Ibt 3, 5, 6)

sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar