Jumat, 24 April 2015

Orang Kudus 24 April: St. Rosa Virginia Pellitier

SANTA ROSA VIRGINIA PELLETIER, PERAWAN
Rosa Virginia Pelletier lahir pada 31 Juli 1796 di sebuah daerah pengungsian di pulau Noimoutier. Ayahnya, Julian Pelletier, adalah seorang dokter. Ibunya bernama Anne Moirain. Perkawinan kedua orang tuanya berlangsung ketika sang ayah berumur 29 tahun, dan ibunya berumur 20 tahun. Ketika itu mereka tinggal di Soullans, sebuah daerah dataran rendah yang indah di Perancis.

Sekitar 21 Januari 1793 pecahlah pergolakan hebat di seluruh negeri Perancis. Kehidupan Gereja pun turut terguncang. Banyak imam yang dibunuh oleh orang-orang yang membenci Gereja. Namun sayang bahwa penjahar-penjahat itu tidak ditangkap dan dihukum. Mereka dibiarkan berkeliaran dan melakukan berbagai aksi kejahatan. Mengingat bahaya yang menimpa imam-imam, maka keluarga Pelletier pindah ke pulau Noimoutier, tempat kelahiran Rosa Virginia Pelletier. Rosa dididik secara katolik dalam lingkungan yang sangat baik. Semenjak kecil ia dilatih untuk bekerja keras dan berkelakuan baik terhadap orang lain. Namanya Rosa berarti Bunga Mawar, menunjukkan harapan orang tuanya akan perkembangan diri Rosa menjadi seorang putri yang harum namanya dan berguna bagi banyak orang lain. Sedangkan Virginia yang berarti Perawan, menunjukkan harapan orang tuanya untuk suatu corak hidup yang mengikuti teladan Bunda Perawan Maria.

Setelah hidup lama di Noimoutier, dokter Pelletier meninggal dunia. Ibu Anne mengalami goncangan batin yang hebat karena kematian suaminya. Semenjak itu ia sendirilah yang harus bersusah payah membesarkan Rosa kecil. Kepedihan yang sama menimpa Rosa, yang tak lama kemudian menerima sakramen permandian dan penguatan. Kemudian setelah situasi umum di Soullans aman dan damai, ibu Anne bersama Rosa pindah kembali ke daerah asalnya. Di sini Rosa dimasukkan ke dalam asrama untuk melanjutkan pendidikannya. Di asrama ini Rosa berusaha selalu menampilkan diri sebagai gadis yang menyenangkan banyak orang. Sikap dan tingkah lakunya berbeda sekali dengan teman-temannya. Ia seorang gadis yang tenang, alim, tidak suka memberontak dan rajin membantu orang lain. Dengan senang hati ia membantu suster pemimpin asrama untuk menertibkan rekan-rekannya. Pendidikannya di asrama itu sungguh menyiapkan dia untuk menjadi seorang suster yang saleh di kemudian hari.

Sementara berada di asrama, peristiwa duka lain menimpa dirinya. Constan, saudaranya, meninggal dunia. Enam bulan setelah kematian saudaranya, ibunya tercinta juga meninggal dunia. Semua peristiwa yang datang beruntun ini meninggalkan luka batin yang cukup dalam di hati Rosa. Ia terus saja memikirkan ayah, ibu dan saudaranya. Tetapi inilah saat yang tepat bagi Tuhan untuk bertindak atas diri Rosa. Pada suatu hari, dia bersama teman-temannya berkunjung ke biara suster-suster Kongregasi Santa Maria Pengasih. Di sini mereka merayakan misa kudus bersama suster-suster itu. Peristiwa ini menumbuhkan dalam hatinya untuk menjalani hidup sebagai seorang suster. Maksud hatinya untuk menjadi seorang suster diberitahukan kepada kakaknya Anne Yosefin dan Marsaud, suaminya. Tetapi cita-citanya itu tidak disetujui. Saudaranya tidak menyetujui kalau Rosa masuk biara itu. Ia boleh masuk biara lain seperti Biara Santa Ursula. Namun demikian. Rosa tidak putus asa. Ia terus berdoa agar Tuhan memberikannya jalan. Akhirnya kedua kakaknya menyetujui cita-cita Rosa. Pada 20 Oktober 1814, Rosa pergi ke Tours untuk menjalani hidup membiara.

Setelah menjalani masa postulan selama 11 bulan, Rosa memasuki masa novisiat. Ia diberi nama baru “Euphrasia”. Ia giat mempelajari Kitab Suci dan rajin membaca riwayat hidup orang-orang kudus. Pada 9 September 1817 ia mengucapkan kaulnya yang pertama: kemiskinan, ketaatan, kemurnian dan pengabdian untuk keselamatan kaum wanita. Jubah mereka khas. Warna putih. Di bagian dada tergantung salib biru yang melambangkan sengsara Kristus. Di samping salib terdapat sejenis kalung dengan medali bergambar Santa Perawan Maria dan Kanak-kanak Yesus, dikelilingi bunga bakung dan sekuntum mawar yang melambangkan cinta abadi.

Sebagai seorang suster muda, Euphrasia melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya dengan penuh semangat. Ia ditugaskan di bidang pendidikan anak-anak asuhan yang ada dalam biara itu. Dan berusaha agar mereka bisa kembali ke masyarakat sebagai orang-orang yang berguna. Karena kesalehan dan kepribadiannya yang menarik, dia diangkat sebagai pemimpin biara pada tahun 1825. Dalam tugas baru itu, ia berusaha dengan bantuan Tuhan untuk mengembangkan biaranya. Cintanya kepada Santa Theresia dari Avilla sangat besar. Karena itu ia lebih condong kepada cara hidup karmelit. Atas izin pimpinan biara karmelit, ia memadukan aturan-aturan Ordo Karmelit dan Anggaran Dasar Biaranya sendiri. Corak hidup mereka mengikuti corak hidup “Magdalena”.

Banyak orang yang tertarik pada corak hidup baru ini. Mula-mula ada empat orang menggabungkan diri di bawah bimbingannya. Mereka segera menyebarluaskan wilayah kerjanya ke beberapa kota, antara lain Tours dan Angers. Kemudian meluas lagi meliputi negara-negara seperti Inggris, Belgia, Jerman dan Italia bahkan sampai ke tanah air kita, Indonesia. Akhirnya pada 24 April 1868, suster Maria Euphrasia meninggal dunia karena penyakit yang dideritanya selama masa tuanya. Paus Pius XII (1939 – 1958) memberi gelar “Kudus” kepadanya pada 2 Mei 1940.

sumber: Iman Katolik
Baca juga riwayat orang kudus 24 April:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar