Kamis, 03 Maret 2016

Memahami Tri Hari Suci Paskah

MENGHAYATI TRI HARI SUCI PASKAH
Dalam masa pekan suci, yang dimulai dari Minggu Palma, ada hari-hari istimewa bagi umat katolik. Hari-hari ini dikenal dengan Tri Hari Suci Paskah. Karena disebut tri hari suci paskah (tidak ada pra-nya), ada yang mengatakan bahwa ketiga hari itu tidak termasuk masa prapaskah. Ini suatu pemikiran yang keliru, mengingat masa prapaskah ada 40 hari terhitung dari Rabu Abu hingga Sabtu Suci (tanpa menghitung hari Minggu).
Jadi, Tri Hari Suci Paskah masih termasuk masa prapaskah. Tri Hari Suci Paskah merupakan puncak tahun liturgi (SC no. 5; Pedoman Tahun Liturgi no. 18). Sekalipun ketiga hari ini memiliki upacara tersendiri, bukan lantas berarti bahwa ketiganya terpisah satu sama lain. Perayaan Tri Hari Suci merupakan satu kesatuan perayaan. Karena itu, agak aneh jika ada umat yang berpikir cukuplah mengikuti perayaan Jumat Agung saja atau Kamis Putih dan Malam Paskah saja.
Tri Hari Suci Paskah itu ibarat tripod kamera. Hilang salah satu kakinya maka tripod itu tak dapat digunakan. Demikian pula dengan Tri Hari Suci Paskah. Kita tak bisa mengabaikan salah satu dari hari itu. Umat diajak untuk mengikuti keseluruhan perayaan Tri Hari Suci Paskah, yang dimulai pada perayaan Kamis Putih hingga puncaknya pada Malam Paskah.
Agar umat sedikit terbantu dalam menghayati Tri Hari Suci Paskah, berikut ini akan diberikan gambaran singkat tentang tiap-tiap perayaan itu sehingga umat dapat mengikuti dan memahaminya.
Kamis Putih
Perayaan Kamis Putih merupakan peringatan akan perjamuan malam terakhir Yesus bersama 12 rasul-Nya. Dalam perayaan ini ada 3 misteri iman yang dirayakan, yaitu pertama cinta kasih. Pada peringatan ini kita disadarkan akan perintah yang diberikan Yesus kepada para murid-Nya, yaitu saling mengasihi. “Aku member perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kau saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi.” (Yoh 13: 34). Salah satu ungkapan kasih yang tampak dalam perayaan ini adalah pembasuhan kaki.
Menurut tradisi Yahudi, membasuh kaki adalah salah satu bentuk penghormatan pada seseorang yang memiliki status atau jabatan lebih tinggi/terhormat. Membasuh kaki adalah kewajiban para pelayan. Melalui peristiwa itu, Yesus mau mengajarkan tentang penghormatan dan teladan melayani, serta mengajarkan kita untuk mau memperhatikan mereka yang berada di bawah, tanpa memandang kasta. Di sini terlihat bahwa semua manusia itu sama di mata Tuhan, memiliki hak dan martabat yang sama, sehingga dengan demikian manusia dapat saling melayani dengan penuh kasih.
Kedua, pelembagaan ekaristi. Perayaan ekaristi merupakan warisan Yesus sendiri. Setiap kali mengikuti perayaan ekaristi, bagian Doa Syukur Agung sebenarnya merupakan pengenangan kembali atas apa yang dilakukan Yesus pada perjamuan malam terakhir. Pada saat itu Yesus menawarkan Tubuh dan Darah-Nya, yang dilambangkan dengan roti dan anggur, sebagai anugerah penebusan umat manusia.
Ketiga, inisiasi imamat para imam. Kamis Putih dikenal juga sebagai pesta imamat bagi para imam. Pada perjamuan malam terakhir, untuk pertama kalinya Yesus mewujudkan peran-Nya sebagai imam. Di sini Yesus meletakkan dasar sakramen imamat. Yesus memilih para rasul sebagai imam-imam dan uskup pertama, serta memberi mereka kuasa untuk mempersembahkan kurban misa.
Oleh karena itu, biasanya pada Kamis pagi, para imam yang ada di suatu keuskupan akan berkumpul di Katedral atau gereja lain yang ditunjuk untuk bersama-sama memperbaharui janji imamat. Pada kesempatan itu juga akan diberkati minyak krisma, minyak katekumen dan minyak orang sakit, yang akan dipakai sepanjang tahun. Namun karena alasan pastoral dan geografis, perayaan ini dapat dipindahkan ke hari lain.
Ada beberapa bagian dari perayaan Kamis Putih yang menarik untuk diketahui sehingga kita dimudahkan dalam menghayatinya.
a)   Pembasuhan kaki. Ini bukan sekedar seremonial belaka. Tindakan ini mau melambangkan cinta kasih dan pelayanan total. Yesus yang adalah Tuhan dan Guru saja mau melakukannya, bagaimana dengan kita?
b)   Perarakan Sakramen Mahakudus. Tindakan ini melambangkan perjalanan Yesus dari tempat perjamuan ke Taman Getsemani. Dalam perarakan ini Sakramen Mahakudus bukan diletakkan dalam monstrans, tetapi sibori karena menggambarkan Yesus dalam kesederhanaan, ketakutan dan kesedihan hendak berdoa kepada Bapa-Nya. Kesederhanaan itu diperlihatkan juga dengan bunyi klotokan kayu, bukan gemerincing lonceng.
c)   Pelucutan altar. Segala sesuatu yang ada di altar akan segera dilucuti. Altar akan ditinggalkan polos tanpa hiasan apapun, dan tabernakel terbuka. Ini melambangkan kita semua mulai masuk ke dalam suasana hati berduka, dan dalam kesedihan mendalam. Pelucutan altar juga mau mengungkapkan dan mengenangkan Yesus yang masuk dalam penderitaan dan kesengsaraan, segala kemuliaan-Nya diambil.
d)   Tuguran atau Tirakatan. Tuguran artinya berjaga-jaga. Fokusnya ada pada renungan akan Yesus yang memasuki kisah sengsara-Nya, mulai di Getsemani, ditangkap, diadili hingga disiksa. Ini mau melambangkan Yesus yang dalam ketakutan dan kegentaran berdoa kepada Bapa di Taman Getsemani, dimana Dia meminta para murid untuk berjaga-jaga dan berdoa (Mat 26: 40 – 41). Jadi, dengan mengikuti ritual tuguran, umat diajak untuk berperan serta menemani Yesus. Idealnya, tuguran dilakukan sepanjang malam sampai menjelang matahari terbit.
Karena merupakan satu kesatuan perayaan, maka perayaan Kamis Putih tidak ditutup dengan berkat penutup. Berkat penutup baru ada pada akhir perayaan Malam Paskah. Hal yang sama juga dengan bunyi lonceng. Setelah kemuliaan pada Kamis Putih tidak ada lagi bunyi suara lonceng hingga Malam paskah.
Jumat Agung
Jumat Agung adalah perayaan pengenangan misteri sengsara dan wafat Yesus. Pada hari ini seluruh umat katolik diajak untuk bertobat melalui tindakan pantang dan puasa. Pada hari ini tidak ada perayaan ekaristi, melainkan ibadat, karena pada hari ini tidak ada peristiwa konsekrasi. Pada Jumat Agung ini justru Yesus sendiri yang dikorbankan sebagai penyelamat manusia.
Perayaan Jumat Agung biasanya dilaksanakan pada pukul 15.00. Namun ada beberapa Gereja melakukannya pada pukul 14.00 dengan tujuan tepat pukul 15.00 berlangsung prosesi pembacaan Sabda Allah dimana Yesus wafat di salib. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perayaan Jumat Agung ini:
·        Altar yang kosong, tanpa hiasan, melambangkan kesedihan dan kedukaan Gereja. Hal ini dipertegas dalam gambaran tabernakel yang terbuka dan lampu Tuhan yang dipadamkan.
·        Keheningan dalam keseluruhan tampak dalam keseluruhan upacara Jumat Agung. Tidak ada nyanyian pembuka dan penutup, bunyi lonceng atau alat-alat musik lain. Ini mau menggambarkan kesedihan yang dialami Gereja bersama Kristus yang menderita dan menyerahkan diri untuk kita.
·        Tidak ada tanda salib. Upacara Jumat Agung tidak diawali atau diakhiri dengan tanda salib, karena salib Kristus telah nyata hadir dan dihadapkan kepada seluruh umat. Ini juga mau menggambarkan bahwa perayaan ini masih merupakan kesatuan dengan perayaan Kamis Putih dan Sabtu Suci.
·        Pada awal upacara, imam menghormati altar dengan cara merebahkan diri di depannya, seluruh umat juga hendaknya menundukkan diri dengan khidmat. Hal ini melambangkan bukan hanya sekedar penghormatan, melainkan juga pernyataan kefanaan manusia.
·        Doa umat meriah. Setelah korban Yesus terlaksana di salib, dan dalam kepercayaan mendalam bahwa Allah Bapa telah menerima korban itu dan karenanya mengembalikan manusia pada diri-Nya, inilah saatnya Gereja mendoakan hal-hal penting untuk Gereja dan dunia. Ada 10 doa permohonan yang diucapkan oleh Gereja.
·        Penghormatan Salib Suci. Ini merupakan puncak liturgi Jumat Agung. Kain selubung salib dibuka perlahan-lahan. Pembukaan ini mau menunjukkan beberapa makna: (1) menunjukkan Sang Penyelamat, yaitu Yesus Kristus. Umat hendaknya bersyukur karena memiliki penyelamat yang demikian hebat. (2) membuka kembali penghalang antara manusia dan Allah, yaitu dosa. Korban Kristus bermakna penebusan, karena Ia mendamaikan kembali relasi kita dengan Allah yang rusak karena dosa. (3) membuka selubung penderitaan dan kematian. Salib dan penderitaan manusiawi kita memiliki sisi penebusan jika dilalui dengan setia dan berpegang teguh pada kehendak Allah.
Perayaan Jumat Agung terdiri dari 3 bagian. Pertama, ibadat sabda. Ibadat sabda diawali dengan perarakan imam dan para misdinar tanpa lagu. Setelah itu diikuti dengan pembacaan sabda Tuhan, Passio Yesus Kristus, homili dan doa umat meriah. Kedua, penghormatan salib. Upacara ini ditandai dengan perginya imam/diakon dan misdinar keluar untuk mengambil salib yang akan diarak masuk ke dalam gereja. Saat masuk dan berjalan menuju altar, imam membuka selubung salib sedikit demi sedikit. Setelah tiba di depan, imam akan mencium salib sebagai ungkapan penghormatan dan cinta. Kemudian umat diberi kesempatan untuk menghormati salib. Ketiga, komuni – penutup. Sebelum upacara komuni, imam akan meletakkan kain putih (korporale?) di altar sebagai alas sibori. Upacara komuni diawali dengan doa Bapa Kami. Setelah komuni, imam memberikan doa penutup dan berkat penutup tanpa tanda salib.
Sabtu Suci – Malam Paskah
Pada Sabtu Suci umat mengenangkan Yesus yang berada di dalam makam dan menantikan kebangkitan dengan puasa dan doa. Sepanjang pagi hingga sore umat diajak untuk hening. Karena itu, hari ini dikenal juga dengan Sabtu Sunyi. Tidak ada peribadatan apapun. Rahmat khusus pada saat ini adalah keheningan yang penuh kasih dan harapan. Kemeriahan baru mulai terasa ketika menjelang malam Paskah. Santo Agustinus mengatakan bahwa Malam Paskah merupakan induk semua vigili (Latin : berjaga-jaga atau bersiap-siap). Pada perayaan malam Paskah umat berjaga-jaga bersama Yesus, bersiap-siap menantikan peralihan Yesus dari alam kematian menuju kehidupan.
Perayaan malam Paskah merupakan perayaan terpanjang dalam liturgi Gereja Katolik. Hal ini disebabkan karena banyaknya simbol liturgis yang dikenangkan saat perayaan itu. Tata perayaan malam Paskah sekarang didasarkan pada dekrit Ad Vigiliam Paschalem yang dikeluarkan oleh Paus Pius XII pada tahun 1951. Ada 4 bagian dalam perayaan malam Paskah.
a)   Upacara Cahaya
Bagian pertama perayaan malam Paskah adalah upacara cahaya dan Madah Pujian Paskah. Upacara cahaya sebaiknya dilakukan di luar gereja, dalam kondisi gelap. Saat upacara, imam memberkati api baru yang mengusir kegelapan dan memberi terang ke sekeliling. Ini mau mengibaratkan Yesus yang merupakan cahaya terang dalam kehidupan kita yang kadang kala gelap. Setelah memberkati api, imam akan memberkati lilin Paskah.
Di sini imam menorehkan tanda salib, lambang alpha dan omega serta angka tahun. Tindakan ini untuk menegaskan bahwa Yesus telah ada sejak dulu hingga kini, bahwa Ia adalah sang awal dan sang akhir, dan bahwa segala kemuliaan dan kekuasaan adalah milik Yesus. Selain itu, imam akan menancapkan 5 biji dupa pada lilin Paskah di tempat yang sudah ditentukan. Ini mau melambangkan lima luka Yesus di salib.
Kemudian lilin Paskah dinyalakan dari api baru. Setelah itu diadakan prosesi lilin Paskah menuju ke dalam gereja. Sepanjang perjalanan, ada 3 kali perhentian dimana lilin ditinggikan. Tindakan ini serupa dengan ketika perarakan salib. Angka tiga memang memilki makna khusus dalam Gereja Katolik. Tiga kali Petrus menyangkal Yesus, dan tiga kali pula Yesus menantang Petrus apakah dia mencintai-Nya. Dalam jalan salib, Yesus jatuh sebanyak tiga kali. Angka tiga juga mengacu pada Tritunggal Mahakudus.
Setelah lilin diletakkan pada tempatnya, acara dilanjutkan dengan Madah Pujian Paskah. Perlu diketahui, lilin umat dinyalakan dengan api yang berasal dari lilin Paskah, bukan dari korek api pribadi.
b)   Liturgi Sabda
Bacaan diambil dari 7 bacaan Perjanjian Lama dan 2 bacaan Perjanjian Baru (Surat Paulus kepada Jemaat di Roma, biasa disebut bacaan epistola, dan Injil). Seluruh bacaan diselingi dengan mazmur dan doa singkat yang dipimpin oleh imam. Tujuannya supaya umat merenungkan misteri keselamatan dengan baik. Jika semua bacaan dibacakan akan terlihat kisah penyelamatan mulai dari kisah penciptaan dunia hingga pewartaan janji keselamatan Allah oleh para nabi.
Karena beberapa alasan, tidak semua bacaan Perjanjian Lama dibacakan. Namun ada 3 bacaan yang wajib dibacakan, yaitu kisah penciptaan, kisah pengorbanan Ishak oleh Abraham dan kisah penyebrangan Laut Merah. Setelah bacaan dari Perjanjian Lama, lagu kemuliaan dinyanyikan secara meriah sambil membunyikan lonceng. Saat ini lilin altar dan lampu gereja dinyalakan, sedangkan lilin umat dipadamkan.
Acara dilanjutkan dengan bacaan epistola. Bacaan ini mengingatkan kita sebagai murid Yesus bahwa dengan menerima baptisan kita ikut mati bersama Dia dan akan dibangkitkan pula bersama Dia. Usai bacaan epistola akan ada bacaan Injil, yang didahului kidung aleluya.
c)   Liturgi Baptis
Liturgi baptis diawali dengan pemberkatan air dalam bejana baptis, yang diiringi lagu Litani Para Kudus. Setelah itu ada pemberkatan air suci. Di sini lilin paskah akan dicelupkan 3 kali ke dalam air di bejana baptis. Pemberkatan air itu menjadi tanpa pengudusan air suci karena telah dipersatukan dengan Yesus.
Pemberkatan air suci akan diikuti dengan penerimaan sakramen baptis bagi para calon baptis. Jika tidak ada, maka akan ada perecikan air suci kepada umat sebagai kenangan akan baptisan yang telah mereka terima. Namun sebelum perecikan, umat diajak untuk membaharui janji baptisnya.
d)   Liturgi Ekaristi
Liturgy ekaristi merupakan puncak ari keseluruhan liturgy Paskah. Pada bagian ini kita merayakan kembali pengurbanan Yesus di kayu salib, hadirnya Kristus yang telah bangkit. Liturgi ekaristi diawali dengan persembahan, yang dilanjutkan dengan Doa Syukur Agung. Bagian akhir dari liturgi ekaristi malam Paskah adalah berkat meriah paskah.
Catatan Akhir
Ketiga perayaan Tri Hari Suci Paskah merupakan satu kesatuan. Kita diajak untuk mengikuti perayaan Tri Hari Suci Paskah secara utuh. Dan perlu disadari juga bahwa perayaan Malam Paskah bukanlah perayaan Paskah. Perayaan Paskah pada hari Minggu Paskah tidak bisa disamakan dengan perayaan malam Paskah. Perayaan Paskah baru terjadi pada Minggu Paskah.
Tri Hari Suci Paskah merupakan saat-saat terpenting dalam tahun liturgi Gereja Katolik. Pada hari-hari ini kita diingatkan kembali bahwa Yesus bersedia mati untuk menebus dosa-dosa kita dan dibangkitkan. Kematian-Nya bukanlah kekalahan, melainkan kemenangan.
Pangkalpinang, 31 Januari 2016
by: adrian
sumber:
Paroki Antonius Padua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar