Senin, 28 November 2016

MEMBACA PESAN TERSEMBUNYI DI BALIK SAFARI POLITIK JOKOWI

Dalam waktu kurang lebih satu bulan ini Presiden Joko Widodo sangat gencar mengadakan kunjungan ke beberapa pihak. Safari politik ini dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu sebelum dan sesudah 4 November. Sebelum 4 November, ada kunjungan ke tempat mantan rivalnya saat pilpres 2014 lalu, Prabowo Subianto, dan mengundang dua ormas islam terbesar (NU dan Muhammadyah) dan Majelis Ulama Indonesia ke istana. Sesudah 4 November, Jokowi berkunjung ke markas komando pasukan khusus (Kopassus) di Cijantung, dan markas Brimob di Kelapa Dua, ke kantor pusat Muhammadyah dan PBNU. Tidak hanya itu, dalam satu dua hari, Jokowi menerima ketua-ketua partai politik di istana, di mana salah satunya adalah Prabowo.
Semua safari politik ini dilakukan di tengah ramainya masalah penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaya Purnama, atau biasa disapa Ahok. Tidak dibutuhkan keahlian khusus untuk menemukan kaitan antara safari politik dengan kasus yang menimpa calon Gubernur DKI itu. Seorang awam sekalipun dapat melihat bahwa apa yang dilakukan oleh Jokowi itu adalah untuk membantu “menyelesaikan” masalah Ahok.
Dalam setiap kunjungannya pesan yang disampaikan Jokowi adalah kepentingan bangsa Indonesia. Baik di hadapan tokoh politik, militer maupun tokoh agama (islam), Jokowi berbicara soal NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika, sebagai realitas bangsa ini. Terlihat jelas bahwa Jokowi berharap untuk mengedepankan kepentingan bangsa daripada kepentingan kelompok. Ada semacam ketakutan kalau kepentingan kelompok ini mengancam empat pilar bangsa.
Untuk orang awam yang melek politik, membaca berita safari politik, yang dikaitkan dengan aksi umat islam menentang Ahok atas penistaan agama, pesan-pesan politik yang disampaikan Presiden Jokowi itu sangat jelas. Ada ancaman terhadap empat pilar bangsa. Siapa yang mengancam?
Tak bisa dipungkiri, pihak yang dapat dikatakan sebagai ancaman bagi keutuhan bangsa adalah umat islam. Ingat, safari politik Jokowi dikaitkan juga dengan aksi umat islam menentang Ahok. Aksi umat islam, yang mengecam tindakan Ahok menistakan Al Quran, memang merupakan wujud konkret umat islam membela agama islam. Al Quran sendiri, setidaknya dalam empat surah, sudah menyatakan bahwa umat islam harus membela agama islam.
Adalah hak setiap umat islam untuk membela agamanya; apalagi membela agama sudah merupakan perintah dari Allah. Jadi, sebenarnya tidak ada masalah dengan hal itu. Tapi, kenapa aksi membela agama menjadi ancaman bagi kepentingan bangsa? Sangat terlihat jelas dalam pembelaan agama itu aksi memaksakan kehendak. Umat islam hanya memperhatikan masalahnya sendiri, tanpa mau mengedepankan kepentingan bersama.
Sebenarnya Ahok sudah mengeluarkan permintaan maaf kepada umat islam. Ahok juga mengatakan bahwa tidak ada niat untuk menghina islam. Orang waras pun pasti mendukung pernyataan Ahok ini. Bagaimana mungkin dia mau menghina islam, sementara wakilnya, para pendukungnya dan kelompok Teman Ahok banyak beragama islam. Selain itu, banyak kebijakan Ahok, selama jadi gubernur, yang pro islam. Dan jika dilihat pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu, yang menjadi biang persoalan, tidak ada kata-kata yang menghina Al Quran.
Jadi, di balik safari politiknya sangat jelas Jokowi berpesan agar warga menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Pesan ini dipetegas kembali oleh sekitar 97.000 warga sipil dalam parade Bhinneka Tunggal Ika, yang digelar Sabtu (19/11) di Bundaran Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta. Aksi serupa juga dilakukan oleh warga yang tergabung dalam Aliansi Kebangsaan Jawa Timur di depan Gedung Negara Grahadi Jalan Gubernur Suryo pada hari yang sama. Kedua aksi ini mau menekankan bahwa Pancasila adalah jiwa rakyat Indonesia, NKRI adalah rumahnya dan Bhinneka Tunggal Ika adalah pergaulannya.
Sudah tentu warga yang dimaksud Jokowi di atas lebih ditekankan pada warga islam, karena merekalah yang “punya” hajatan. Kepentingan mereka sedang “diganggu”, sehingga mereka terpanggil untuk membelanya. Dan dalam membela inilah terlihat sedikit masalah. Umat islam seakan memaksakan kehendak, sekalipun masalah kepentingan mereka sudah diproses hukum. Dari sini orang bertanya, kenapa umat islam begitu ngotot mempersalahkan Ahok, sekalipun banyak pihak juga mengatakan tidak salah. Ada yang menilai bahwa ada kepentingan politik dan uang di balik itu.
Semua hal tersebut terlihat jelas dalam kacamata siapapun. Akan tetapi, sebenarnya ada pesan tersembunyi di balik safari politik Jokowi. Banyak orang melihat bahwa ada permainan politik dalam aksi demo umat islam. Target politiknya adalah Ahok dan Jokowi. Dan dalam permainan politik itu ada juga uang. Uang inilah yang menggerakkan permainan politik tersebut. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa uang telah memainkan umat islam masuk dalam permainan politik segelintir elite politik untuk mencapai tujuan politiknya.
Lewat safari politiknya, Jokowi sebenarnya mau mengajak tokoh-tokoh islam dan umat islam untuk memperlihatkan kemuliaan islam. Agama islam adalah agama yang mulia. Dalam konteks situasi sekarang, kemuliaan islam dapat terlihat dari beberapa hal seperti, pertama memaafkan Ahok secara tulus dan ikhlas. Di sini umat islam hendak disadari bahwa Ahok sama sekali tidak punya niat untuk menghina Al Quran. Di samping itu, umat islam juga perlu menyadari bahwa agama islam sendiri sudah melakukan penghinaan kepada agama lain, khususnya kristen. Dengan memaafkan Ahok, berarti mereka melupakan masalah Ahok, sebagaimana yang dilakukan oleh umat kristen.
Tentang memaafkan ini sebenarnya pernah ditunjukkan oleh MUI ketika Ahmad Dhani melakukan penistaan agama dengan menginjak-injak lafahz Allah. Peristiwa itu terjadi pada 10 April 2005. Waktu itu FPI sudah berencana memperkarakan Ahmad Dhani ke polisi. Akan tetapi, MUI, bukannya mengeluarkan fatwa penistaan agama, melainkan justru mengislahkan Ahmad Dhani dengan FPI. Di sini MUI memperlihatkan kemuliaan agama islam. Nah, kenapa sekarang tidak?
Kedua, berjuang untuk Indonesia demi terwujudnya rahmatan lil alamin. Inilah wajah mulia islam. Akan tetapi, beberapa hari terakhir ini wajah islam yang tampil adalah wajah menakutkan. Ada pemaksaan kehendak. Mulai dari aksi bela islam jilid satu, dua dan rencananya menyusul jilid tiga. Memang dikatakan aksi damai, bahkan Habib Rizieq menyatakan bahwa aksi bela islam jilid tiga adalah aksi super damai. Namun, dalam setiap aksi itu ada semacam pemaksaan kehendak. Hal inilah yang menakutkan. Belum lagi muncul isu maker. Jelas, semua ini akan merusak citra kemuliaan islam. Tapi, kenapa umat bungkam?
Ketiga, bebas dari kepentingan. Agama merupakan tuntunan bagi manusia yang berasal dari Tuhan, bukan manusia. karena itu, ia tidak mudah dikendalikan untuk mewujudkan kepentingan sekelompok orang, karena patokan agama adalah perintah Allah. Namun yang terjadi saat ini, jika memang benar adanya, seakan bahwa agama islam diperalat untuk mencapai tujuan segelintir elite politik. Denny Siregar, dalam akun facebook-nya tertanggal 14 November 2016 pukul 22.06, pernah berkata, “Tidakkah kalian sadar bahwa agama kalian hanya dimanfaatkan untuk kepentingan politik mereka yang menamakan dirinya ULAMA?”
Hal ini sungguh merendahkan agama islam. Dengan uang yang ada, umat islam dikumpulkan. Memang tujuannya membela agama islam, sesuai dengan ajaran Al Quran. Akan tetapi, di balik itu hanyalah tujuan politik segelintir elite politik, dan efeknya adalah keindonesiaan. Safari politik seakan mau berpesan bahwa jika terjadi kehancuran pada bangsa Indonesia ini pastilah tudingannya terarah pada umat islam.
Demikianlah, setidaknya tiga pesan tersembunyi dari aksi safari politik Jokowi. Pada intinya Jokowi hendak mengangkat harkat dan kemuliaan agama islam. Jokowi mau membela agama islam sebagai agama mulia, yang saat ini sedang dirongrong kemuliaannya. Ironisnya, yang merongrong kemuliaan agama islam justru umat islam sendiri.
Semoga umat islam, baik para ulama, MUI dan umat islam lainnya, segera menyadari hal ini.
Koba, 26 November 2016
by: adrian
Baca juga tulisan lainnya:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar