Tak sedikit
orang islam punya pandangan negatif terhadap kekristenan. Ketika mereka melihat
beberapa ajaran kristen, selalu mereka melihatnya dengan cara pandang yang
negatif. Memang banyak juga orang kristen yang melakukan hal ini terhadap agama
islam. Akan tetapi ada sedikit perbedaan.
Orang
kristen umumnya memakai standar yang sama dalam menilai. Artinya, cara mereka
melihat islam adalah sama mereka melihat kekristenan. Misalnya, orang kristen
pasti menolak kenabian Muhammad, mengingat rekam jejak Muhammad yang buruk. Orang
kristen sudah punya standar/kriteria untuk menilai seseorang sebagai nabi, utusan Allah. Standar itu juga yang dipakai untuk melihat dan menilai seseorang sebagai nabi atau utusan Allah. Ketika standar itu dikenakan pada Muhammad, sudah dipastikan jauh dari harapan.
Berbeda
dengan orang islam. Terhadap kekristenan mereka bersikap negatif, tapi terhadap
agamanya sendiri mereka positif. Sebagai contoh, banyak kritikus-kritikus islam
mengatakan kepada orang kristen bahwa Yesus itu adalah orang yang terkutuk. mereka
selalu mendasarkan pernyataannya pada kutipan kitab suci. Dan kebetulan orang
islam selalu punya apriori terhadap Rasul Paulus, maka pernyataannya
mendapatkan pembenaran, karena kutipan itu berasal dari surat Paulus kepada
jemaat di Galatia. “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib.” (Gal 3:
13).
Biasanya
umat islam akan berkata, “Nah, betul kan bahwa Yesus itu terkutuk. Kan kalian
meyakini bahwa Yesus mati di salib.” Dan biasanya mereka akan menambah lagi
kutipan lain, yang juga diambil dari salah satu surat Paulus. “Terkutuklah
Yesus!” (1Kor 12: 3). Hal ini bukan hanya semakin meyakinkan akan apriori
mereka terhadap Paulus, tetapi juga kebenaran bahwa Yesus itu orang yang
terkutuk.
Argumen
ini biasanya digunakan oleh orang islam untuk orang kristen supaya meragukan
ajaran imannya bahwa Yesus mati di salib untuk menebus dosa umat manusia. Ketika
orang kristen ragu, maka mulailah mereka menyampaikan apa yang dikatakan Al
Quran, bahwa yang mati di salib adalah orang yang menyerupai Yesus (QS An-Nisa:
157). Ini pintu masuk bagi pemurtadan.
Akan
tetapi, seperti yang sudah dikatakan, cara pandang orang islam terhadap
kekristenan selalu negatif. Mereka mengutip teks kitab suci tanpa memperhatikan
konteks dan teks secara utuh. Teks yang sepenggal dan di luar konteks diambil
sebagai pembenaran. Sayangnya, cara pandang seperti ini tidak mereka terapkan
terhadap agamanya sendiri. Terhadap agamanya selalu diwajibkan untuk melihat
konteks dan teks secara utuh.
Jika
cara pandang islam terhadap kekristenan tersebut -- mengatakan bahwa Yesus itu orang terkutuk didasarkan pada kutipan Kitab Galatia 3: 13 -- diterapkan juga pada islam,
maka orang islam dapat mengatakan bahwa Al Quran hanyalah dongengan. Artinya,
Al Quran bukan berasal dari Allah, sebagaimana diyakini umat islam, melainkan
hasil bualan manusia (mungkin Muhammad). Hal ini bisa terjadi jika orang
mengutip teks “Ini (Al Quran) tidak lain hanyalah dongengan orang-orang
terdahulu.” (QS Al-Annam: 25). Atau orang islam harus mengatakan bahwa Muhammad itu bukan seorang nabi, tapi sebagai pesihir. Ini didasarkan pada surah Yunus: 2, yang mengatakan "Orang ini (Muhammad) benar-benar pesihir."
Jadi,
jika umat islam mengatakan bahwa Yesus itu adalah orang terkutuk, dengan cara
yang sama mereka harus mengatakan bahwa Al Quran adalah kitab dongengan
manusia dan Muhammad adalah pesihir. Namun, hal ini tidak akan mungkin terjadi. Karena sudah menjadi
kebiasaan umum, bahwa umat islam selalu menilai negatif sesuatu yang bukan
islam, sementara yang islam dinilai positif. Hal ini didasari pada pendapat
umum bahwa islam adalah agama yang sempurna, sementara letak sempurnanya
sendiri tidak jelas.
Fenomena
ini sebenarnya bukanlah merupakan hal baru. Ketika heboh film Innocence of Muslims dan kartun tentang
Nabi Muhammad, banyak umat islam menuntut agar dunia menindak para pelaku
penghinaan terhadap agama islam. Sangat menarik membaca refleksi Raymon Ibrahim
menanggapi tuntutan umat islam ini. Dengan menuntut dunia menghakimi para
pelaku penghinaan agama islam, mereka juga seharusnya menuntut dunia menghakimi
pelaku penghinaan agama lain yang dilakukan oleh islam. Menjadi persoalan, penghinaan terhadap
agama-agama lain itu dilakukan oleh pusat agama islam itu sendiri, yaitu Al
Quran.
Oleh
karena itu, ketidak-adilan dalam bersikap (bersikap negatif keluar, positip ke
dalam) tidak dapat membangun toleransi dan kerukunan hidup antar umat beragama.
Bersikap negatif juga tidak dapat membangun keharmonisan, karena hidup hanya
dipenuhi dengan sikap sinis, mencela dan apriori. Sikap yang harus dibangun
adalah sikap positip: melihat keluar dengan sikap positip sama seperti melihat
ke dalam.
Koba,
31 Maret 2017
by: adrian
Baca juga tulisan terkait:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar