Minggu, 27 September 2015

Islam Membawa Manusia Kembali kepada Tradisi Yahudi

DARI MUSA, YESUS DAN MUHAMMAD
Musa, Yesus dan Muhammad adalah tiga tokoh penting dalam tiga agama besar dunia, yaitu Yahudi, Kristen dan Islam. Ketiga agama itu dikenal dengan istilah Agama Samawi. Dapat dikatakan bahwa Musa, Yesus dan Muhammad merupakan peletak dasar religiositas tiga agama tadi. Musa sebagai peletak dasar bagi agama Yahudi, Yesus Kristus bagi kekristenan, dan Muhammad bagi agama Islam. Akan tetapi, tiga agama ini menyatu pada sosok Abraham.
Sebagai peletak dasar religiositas, ketiga tokoh tersebut mewakili masanya. Dan kebetulan kehadiran mereka dalam sejarah kehidupan manusia tidaklah sama, namun menunjukkan garis linear. Masing-masing hidup dengan sejarahnya. Musa hidup antara tahun 1527 – 1407 SM, Yesus Kristus hidup sekitar tahun 5 SM – 33 M, dan Muhammad hidup antara tahun 570 – 632 M.
Jadi, terlihat jelas bahwa setelah Musa meletakkan dasar religiositas bagi agama Yahudi, muncullah Yesus Kristus. Kemunculan-Nya jauh setelah kematian Musa. Sama halnya dengan kemunculan Muhammad. Jauh setelah Yesus Kristus wafat, dimana kematian-Nya melahirkan kekristenan, hadir Muhammad dengan dasar-dasar keislaman.
Karena kehadiran tokoh-tokoh ini searah sejarah manusia (gerak maju), maka sangat mudah dikatakan kalau kehadiran tokoh membawa pembaharuan atas dasar-dasar religiositas tokoh sebelumnya. Hal ini mirip seperti pemikiran filsafat Yunani kuno, yang didominasi oleh tiga filsuf terkenal, yaitu Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates (469 – 399 SM) meletakkan dasar-dasar pemikiran. Ketika Plato hadir (427 – 347 SM), ia membaharui beberapa pemikiran Sokrates. Namun ketika Aristoteles hadir (384 – 322 SM), giliran dia memperbaiki beberapa pemikiran Plato.
Demikianlah dengan ketiga tokoh agama samawi di atas. Yesus Kristus memperbaiki ajaran-ajaran Musa, dan Muhammad dapat dikatakan memperbaiki apa yang diajarkan oleh Yesus Kristus. Jika Yesus Kristus berhasil membawa pembaharuan atas pengajaran Musa, apakah Muhammad juga demikian?
Jika diperhatikan baik-baik, dapat dikatakan bahwa Muhammad tidak membawa pembaharuan atas ajaran Yesus Kristus. Muhammad memang memperbaiki, namun perbaikannya tidak memunculkan hal yang baru. Malah dapat dikatakan perbaikan yang dilakukan Muhammad bukannya menciptakan “garis maju” pembaharuan ajaran, melainkan “garis mundur”. Ibarat anak tangga, kehadiran Muhammad yang seharusnya menghadirkan pengajaran satu tingkat di atas pengajaran Yesus Kristus, ini malah turun di bawah Yesus Kristus. Dan kalau turun berarti pengajaran Muhammad kembali kepada pengajaran Musa.
Muhammad bukan membaharui pengajaran Yesus Kristus, tetapi mengangkat kembali pengajaran Musa. Karena itulah, dasar-dasar religiositas Islam tak jauh berbeda dengan Yahudi. Ada banyak hal dalam agama Islam yang seakan menghidupkan kembali tradisi agama/orang Yahudi. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
Soal haram. Dalam Kitab Imamat, Musa menampilkan soal makanan haram yang tidak boleh dikonsumsi bagi umat Yahudi. Pengajaran ini masih berlanjut hingga masa Yesus Kristus. Ketika Yesus datang terjadilah pembaharuan (Mrk 7: 17 – 19). Yesus Kristus menyatakan semua makanan halal. Paulus dalam suratnya yang pertama kepada Timotius mengatakan, “Semua yang diciptakan Allah itu baik dan suatu pun tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur.” (1Tim 4: 4). Dan inilah yang diteruskan oleh orang Kristen. Namun ketika Muhammad muncul, hukum haram ini kembali dihidupkan. Umat Islam seakan kembali kepada tradisi Yahudi.
Soal Kiblat. Bagi orang Israel, Bait Allah adalah jantung kehidupan spiritual mereka. Bait Allah ada di Yerusalem. Orang-orang Yahudi yang berada di luar Yudea, Galilea misalnya, ketika sembahyang mengarahkan dirinya ke Yerusalem. Ketika Israel terpecah menjadi dua, arah kiblat pun menjadi dua. Orang Samaria menghadap Gunung Gerizim, sedangkan orang Yahudi tetap ke Yerusalem (bdk Yoh 4: 20). Namun Yesus Kristus membawa perubahan. Kepada wanita Samaria, yang Dia temui di Sumur Yakob, Yesus berkata, “Saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem.” (Yoh 4: 21). Bagi Yesus Kristus, penyembah yang benar akan menyembah Allah dalam roh dan kebenaran. Dan inilah yang diteruskan oleh orang Kristen. Karena itu, ketika hendak sembahayang atau mendirikan rumah ibadah, tidak ada kewajiban untuk menghadap ke salah satu titik. Bagaimana dengan Muhammad? Sebagaimana yang diketahui, umat Islam diwajibkan untuk menghadap kiblat ketika sembahayang; dan arahnya adalah kabah di Mekkah.
Soal penggolongan jenis kelamin dalam rumah ibadah. Kalau kita perhatikan rumah ibadah orang Yahudi, akan ditemui pemisahan umat berdasarkan jenis kelamin. Ada ruang untuk perempuan yang terpisah dengan ruang pria. Rumah ibadah orang Kristen tidak mengenal adanya pemisahan demikian, karena dalam Yesus semuanya adalah satu. Ini didasarkan pada perkataan Paulus, “Dalam hal ini …., tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” (Gal 3: 28). Pengajaran Paulus ini bukanlah murni pemikirannya sendiri, melainkan terinspirasi dari kepribadian Yesus Kristus yang tidak membuat pemisahan antara pria dan wanita. Bagaimana dengan rumah ibadah umat Islam? Tak dapat disangkal kalau rumah ibadah umat Islam tak jauh berbeda dengan rumah ibadah orang Yahudi. Di sana ada pemisahan antara pria dan wanita.
Soal Hukuman Mati. Dalam Kitab Imamat, Musa menegakkan hukuman mati bagi orang Yahudi yang melakukan beberapa pelanggaran, seperti perzinahan (Im 19: 20; 20: 10 – 13), bersetubuh dengan binatang (Im 20: 15 – 16), menghujat nama Tuhan (Im 24: 16), membunuh sesama manusia (Im 24: 17), dll. Ada banyak bentuk hukuman mati. Yang popular adalah razam. Hukum mati ini masih berlaku hingga masa Yesus Kristus, namun oleh-Nya ditiadakan. Ini tampak dari kisah wanita yang kedapatan berzinah, yang dibawa oleh orang Farisi dan ahli Taurat kepada Yesus (Yoh 8: 2 – 11). Semangat Yesus yang anti hukuman mati diteruskan oleh orang Kristen. Karena itu, baik PGI maupun KWI, menentang pemberlakuan hukuman mati di Indonesia. Berbeda dengan MUI. Negara-negara Islam di Timur Tengah pun masih memberlakukan hukuman mati. Hal ini karena agama Islam masih memberlakukan hukuman mati.
Soal Cinta Kasih. Yesus Kristus pernah berkata, “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.” (Mat 5: 43). Di sini Yesus menyampaikan pengajaran yang berlaku bagi orang Yahudi waktu itu; dan pengajaran ini sudah lama hidup di tengah mereka. Ajaran kasih di sini hanya berlaku untuk sesama orang Yahudi saja. Ini didasarkan pada Kitab Imamat. Yesus Kristus membawa pembaharuan. “Aku berkata kapadamu: kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” (Mat 5: 44). Dalam banyak bagian Injil, Yesus terus menegaskan hal ini, bahwa cinta kasih itu tidak hanya berlaku bagi orang satu kelompok atau golongan, atau orang yang hanya berbuat baik kepada kita, melainkan kepada musuh dan mereka yang menganiaya kita. Namun ketika Muhammad hadir, semangat cinta kasih ini kembali seperti yang berlaku pada orang Yahudi. Karena itu, tak heran jika ada begitu banyak tafsiran yang memandang hina dan rendah orang Kristen, bahkan pantas untuk dimusuhi dan dibunuh.
Soal Balas Dendam. Yesus Kristus pernah berkata, “Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi.” (Mat 5: 38). Di sini Yesus menyampaikan bahwa pada waktu itu aksi balas dendam adalah hal yang lumrah. Kejahatan harus dibalas dengan kejahatan yang setimpal. Ajaran ini tertuang dalam Kitab Imamat (24: 20), Keluaran (21: 24) dan Ulangan (19: 21). Namun, Yesus Kristus membawa pembaharuan. “Aku berkata kapadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.” (Mat 5: 39). Pengajaran Yesus Kristus ini terus ditegaskan oleh para murid-Nya. Paulus pernah berkata, “Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!” (Rom 12: 17). Kepada umat di Tesalonika Paulus menulis, “Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat, tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap kamu masing-masing dan terhadap semua orang.” (1Tes 5: 15). Petrus juga pernah berkata, “Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan …, tetapi sebaliknya hendaklah kamu memberkati.” (1Ptr 3: 9). Bagaimana dengan umat Islam? Sepertinya umat Islam kembali menghidupi apa yang dulu pernah dihidupi oleh orang Yahudi. Karena itu, tak heran kalau persoalan Palestina – Israel tak kunjung reda, karena selalu saja ada aksi balas dendam.
Demikianlah beberapa hal yang menunjukkan bahwa Muhammad dengan keislamannya tidak membawa pembaharuan atas apa yang dibawa oleh Yesus Kristus. Islam justru membawa umatnya kembali kepada tradisi keyahudian. Jika dari Musa hingga Muhammad merupakan suatu gerakan maju, maka dapat dikatakan di masa Muhammad terjadi gerak mundur.
Sebenarnya masih ada banyak hal lain lagi yang membuktikan “kemunduran” itu. Misalnya seperti soal sunat atau soal kurban. Sekalipun Yesus Kristus sendiri disunat, karena mengikuti tradisi Yahudi, Dia sama sekali tidak mewajibkan pengikut-Nya untuk bersunat. Paulus dalam beberapa suratnya menekankan bahwa sunat orang Kristen adalah sunat rohaniah (Rom 2: 29) atau sunat Kristus, yang berarti penanggalan dosa (Kol 2: 11). Karena itu, bagi Paulus sunat atau tidak sunat tidaklah penting. Yang terpenting adalah “iman yang bekerja oleh kasih” (Gal 5: 6) atau mengikuti kehendak Allah (1Kor 7: 19) atau “menjadi ciptaan baru” (Gal 6: 15).
Demikian halnya dengan kurban. Ketiga agama samawi ini mengenal istilah kurban. Soal kurban dalam tradisi Yahudi dapat ditemui dalam Kitab Imamat. Kekristenan tidak lagi meneruskan tradisi kurban orang Yahudi. Tidak ada lagi acara potong-potong hewan kurban, karena bagi orang Kristen Yesus Kristus sendiri sudah menjadi kurbannya. Dan kurban yang dibawa Yesus itu sekali untuk selama-lamanya (bdk. Ibr 7: 27; Ef 5: 2; Ibr 10: 14). Orang Islam terlihat kembali kepada tradisi Yahudi, meski terdapat perbedaan makna. Yang jelas, dalam agama Islam ada ritual potong-potong hewan kurban, sebagaimana yang terjadi dalam tradisi orang Yahudi.
Jadi, dapatlah disimpulkan demikian. Jika Yesus Kristus, dengan kekristenan-Nya, membawa pembaharuan atas ajaran Musa dan tradisi Yahudi, Muhammad, dengan keislamannya, membawa umat mundur ke tradisi Yahudi.
Pangkalpinang, 13 September 2015
by: adrian
Baca juga tulisan lainnya:

3 komentar:

  1. Tolong jelaskan kenapa Keristen tidak mewajibkan umatnya untuk sunat, karena sunat bagi laki² ada manfaatnya dari sisi medis yaitu salah duanya mengurangi resiko infeksi saluran kemih dan infeksi penyakit menular seksual, karena kulum yg dihilangkan biasanya menjadi tempat bersarangnya kuman dan penyakit.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas tanggapannya. Pertama-tama, sunat dilihat sebagai tradisi orang Yahudi (Yoh 7: 22). Yesus sendiri disunat, karena Dia adalah orang Yahudi. Kekristenan memang berawal dari Yahudi, tapi ketika dia ke luar, tradisi keyahudian itu ditinggalkan. Jadi, orang non Yahudi yang mau masuk kristen tidak harus seperti orang Yahudi. Hal ini menjadi salah satu pembahasan konsili Yerusalem.

      Rasul Paulus memberi makna baru tentang sunat, yaitu sunat batiniah (bdk. 1Kor 7: 18 ; Ef 2: 11 ; Kol 2: 11 ; Rm 2: 28 – 29). Bukan lantas berarti tidak ada orang kristen yang bersunat. Dewasa ini ada banyak orang kristen yang sunat, tapi hal itu tidak dikaitkan dengan ajaran iman, melainkan tradisi dan kepentingan medis. Kalau radisi, orang kristen Jawa pasti sunat.

      Demikianlah tanggapan saya. Semoga sedikit memuaskan.

      Hapus
    2. jka hny utk keshtan, yah tinggal bersihin aj tiap x mandi. Gak payah2 sunat. Gw ykin, psti kulum tu ad manfaatnya. Klo gak ad knp tuhan ciptakan.

      Hapus